Rabu, 26 Juni 2013

Sabarlah, Meski Kau Berhak Marah.

Bismillahirrahmaanirrahiim....

Kembali saya ingin mengguratkan pena diatas secarik kertas, berharap apa yang saya coba rangkai dalam bingkai kalimat ini menjadi sebuah tulisan yang sarat akan makna dan hikmah. Meski segala sesuatunya tidak lepas dan berbagai kekurangan. Semoga Allah memudahkan dan mengampuni.

InsyaAllah pada kesempatan kali ini, tema yang akan dibahas adalah mengenai sabar ketika kita berhak marah, bagaimana sabar itu sebenarnya dan benarkah sabar itu berbatas? Pembahasan ini adalah ringkasan dari ilmu yang saya peroleh dari kesempatan belajar di majelis bersama para sahabat. Tanpa merasa lebih pintar dan menggurui siapapun. Besar sekali harapan tulisan ini tidak hanya menjadi bahan bacaan pengisi waktu kosong semata, namun juga merasuk kedalam hati dan menggugah jiwa. Semoga tulisan ini menjadi charger iman yang sering kali tidak stabil dan menjadi amal yang akan menjawab pertanyaan malaikat kubur akan apa yang telah saya lakukan di dunia. Aamiin.

Sabar, selalu bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari. Kesabaran selalu menuntut tiap orang untuk memilikinya. Hidup berdampingan dengan banyak orang dengan sifat-sifat yang berbeda akan sangat sulit jika tidak disertakan dengan kesabaran. 

Mengapa harus bersabar?
Ya, mengapa juga harus bersabar padahal kita berhak marah? Karena, Allah menyukai orang-orang yang sabar, bersama Allah kelaklah tempat kembali orang-orang yang senantiasa menjaga dirinya dari amarah.

".....Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS. Az-Zumar : 10)

Suatu ketika Aisyah pernah ditanya ayahnya, sahabat tercinta Rasul, Abu Bakar As-Shidiq r.a. Begitu cintanya Sang Khalifah kepada Nabiyullah hingga ia tak ingin lalai akan satu pun teladan Rasulullah SAW. 

"Anakku, ceritakanlah perbuatan Rasulullah yang belum pernah aku lakukan?"

"Sungguh ayah, semua yang Baginda Rasul lakukan sudah kau lakukan. Kecuali satu hal."

"Apa itu? Ceritakanlah nak."

"Rasulullah setiap pagi selalu memberi makan seorang pria tua yahudi yang buta dengan tangannya sendiri, meskipun pria itu selalu saja menjelek-jelekan beliau dihadapannya sendiri"

Menangislah Abu Bakar, Khalifah yang memang terkenal paling banyak menangis. SubhanAllah. Bagaimana saudaraku? Lihatlah Rasulullah dengan segala keindahan akhlaknya, beliau tetap menyuapi pria tua tersebut dengan penuh kasih walaupun dia telah menjelek-jelekan orang yang setiap pagi memberinya makan. Bukankah Rasulullah berhak marah? Ya, Rasulullah berhak marah terlebih laki-laki itu bukan seorang muslim. Namun apa yang Rasulullah lakukan? Beliau lebih memilih bersabar karena beliau yakin Allah jauh lebih senang jika dirinya tetap dalam lingkup kesabaran. 

"Maaf, saya bukan Rasulullah yang maksum. Saya hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari salah dan dosa." Sudahlah saudaraku, hentikan berbagai dalil yang hanya akan menjadi tembok penghalamg diri dari rahmat Allah. Lihatlah bagaimana para khalifah mengamalkan setiap sunnahnya, meneladani semua akhlak Rasulullah. Rasulullah adalah contoh yang harus ditiru, akhlaknya emas, katanya-katanya mutiara.

"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
(QS. Al-ahzab : 21)

Sabar itu ada batasnya.....
Saudaraku, sungguh sabar itu tiada berbatas. Tidak akan ada seorang pun yang tetap dengan senang hati memberi makan orang yang menghinanya sendiri, dibersihkannya bulir-bulir nasi yang mengotori kedua pipinya.

"Saya telah bersabar, tapi kenapa hati ini masih saja terasa sakit dan kecewa?"
Ikhwah Fillah, sabar bukan akhir segalanya. What the next?. Ikhlas, tidak cukup hanya bersabar saja jika tidak disertai keikhlasan yang sebenar-benarnya ikhlas dari hati. Rasa kecewa hadir karena kita yang mengundangnya. Kita yang membiarkan perasaan-perasaan seperti itu muncul.

Lalu bagaimana menghilangkannya? 
Kembalikan segala pengharapan kepada Allah. Kembalikanlah saudaraku. Kekecewaan adalah buah dari harapan kepada seseorang yang tidak terwujud. 'Mengapa dia tidak meminta maaf padaku? Jelas-jelas dia yang salah'. 'Mengapa dia pergi saat aku membutuhkannya, tidak seperti seorang teman sejati'. Jika hati masih saja terus berharap kepada manusia, tidak ada bedanya dengan menancapkan sebilah pisau pada hati, menyakitkan. Tiada satu tempat berharap dan bergantung kecuali Allah, just Allah. Pengharapan tidak boleh jatuh kepada suami, istri, anak, teman, orang tua atau siapapun. 

"Allah tempat meminta segala sesuatu" (QS. Al-Ikhlas : 2)

"Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al-Baqarah : 153)

Kelak, kita akan membawa catatan amalan masing-masing selama masih hidup didunia. Kelak tiada anak yang akan mendapat dispensi dosa karena amal orang tuanya yang banyak. Semua akan dipertanyakan, sendiri-sendiri. Sebagaimana yang telah Allah nyatakan dalam kitabNya:

"Sungguh, hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan waktunya agar setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan." (QS. TaaHaa : 15)

Ikhwah Fillah yang dirahmati Allah, semoga kita senantiasa dapat menahan amarah dalam situasi apapun dan menjadi golongan orang-orang yang sabar dan beruntung. Semoga Allah mempertemukan kita semua, kaum muslimin, di surgaNya kelak. Aamiin.
Moga Manfaat ^^

Billahi fi sabil haq. Fastabiqul khairot. BarkALLAHU fiikum.
Syukron katsir wa JazakumuLLAHU khairon katsiiron.
Assalamualaikum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar