Senin, 21 Oktober 2013

Ikhwah Fillah, yuk jauhi ghibah!

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarakaatuhu...
Ikhwah fillah, setelah sekian lama tidak merambah dunia tulis menulis di media sosial blog, saat ini saya ingin berbagi ilmu yang tidak lain saya dapat dari majelis ilmu tempat saya dan teman-teman belajar dan mengkaji Al-Qur'an bersama-sama. Karena jelas sudah syari'at mengatakan 'sampaikan walau satu ayat'.

Kali ini kita akan membahas mengenai ghibah. Adakah dari saudara sekalian yang tidak tau apa itu ghibah?. InsyaALLAH kita semua tau tapi semoga ALLAH melindungi  kita dari dosa ghibah ini. Aamiin. Bergunjing yang dalam bahasa arab disebut ghibah  atau yang sering kita bergossip memang  bukan lagi menjadi hal yang hina atau memalukan, karena faktanya gossip telah menjamur dan membudaya dikalangan kita semua. Mulai dari remaja, dewasa hingga ibu-ibu dan yang mungkin telah senja. 

Banyak sekali acara-acara di televisi yang mengepack acara yang sebenarnya membuka aib orang lain dengan seapik mungkin. Sehingga bisa jadi ketika kita dituding telah ikut mengumbar aib saudara kita atau mengikuti acara yang mengumbar aib orang lain kita akan dengan mudah menjawab, "Siapa yang bergossip? Itu bukan acara gossip kok, toh yang dibicarakan tahu, bahkan di konfirmasi ke pihak yang bersangkutan langsung. Lalu dimana gossipnya?". 

Innalillahi, jika sudah begitu terbahak-bahaklah syaithon melihat tingkah laku kita. Karena tipu dayanya telah berhasil membutakan iman kita. Menyamarkan yang haram menjadi mubah. Padahal ALLAH bukanlah makhluk yang bisa kita perdayai, ALLAH tau isi hati dari tiap-tiap kita meskipun kita memberikan seribu dalih.

"Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersembunyi di dalam dada". (Surat Gaafir : 19).

Boleh saja kita mengelabuhi manusia dengan bersilat lidah. Tapi sungguh ALLAH tidak seperti manusia yang serba tidak tahu, ALLAH Maha Mengetahui.

Memang ringan sekali rasanya dalam bergunjing, tanpa terasa sudah banyak sekali aib saudara-saudara kita yang kita beberkan. Sekalipun ucapan itu benar tetap saja ghibah terlebih bila salah akan menjadi fitnah.
ALLAH juga tidak segan-segan memberi balasan kepada orang-orang yang zhalim.

"Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa ALLAH lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang zhalim. Sesungguhnya ALLAH memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak." (Surat Ibrahim : 42)

Ayat di atas dengan sangat jelas balasan bagi orang-orang yang zhalim termasuk di dalamnya orang-orang yang membicarakan aib saudaranya. ALLAH juga menekankan bahwa ALLAH Maha Adil, Silahkan saja orang-orang zhalim berbahagia dengan tipu daya dunia. Namun ALLAH tidak pernah ingkar janji, bahwa adanya hari pembalasan. Dimana hari tersebut adalah menjadi awal kenikmatan orang-orang yang beriman, yang menunudukkan hawa nafsunya di dunia karena takut akan azab ALLAH kelak dan menjadi titik permulaan dari penderitaan yang kekal bagi orang-orang zhalim dan para budak nafsu dunia. Naudzubilahi min dzalik.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

" Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?. Para shahabat menjawa, "Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang tidak memiliki dirham, tidak pula memiliki harta". Lalu Nabi bersabda , " Orang yang bangkrut diantara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, shaum dan zakat. Akan tetapi dia juga pernah mencela fulan, menuduh fulan, memakan harta fulan, dan memukul si fulan. Maka kebaikan yang ini untuk fulan yang ini, kebaikan yang lain untuk fulan yang lain, hingga ketika kebaikannya telah ludes sementara kezhalimannya belum terlunasi, maka keburukan orang yang dizhalimi akan diambil, lalau ditimpakan  kepadanya dan ia pun dimasukkan ke neraka". (HR. Muslim). 

SubhanALLAH, ALLAH lah seadil-adilnya hakim. Betapa meruginya orang-orang yang membicarakan aib orang lain. Amalnya kelak untuk membayar dosa-dosanya semasa di dunia hingga habis tanpa tersisa sedangkan dosa masih bertumpuk dan menggiringnya ke dalam kobaran api neraka.

 Dalam majalah As-sunnah dijelaskan cara untuk bertaubat dari ghibah atau menggunjing adalah setelah taubatan nasuha dan  memohon ampunan ALLAH serta berjanji sebisa mungkin takkan mengulangi adalag dengan kita mengucapkan kebaikan-kebaikan orang yang kita gunjing kepada orang tempat kita menggujingkan saudara kita tersebut. Misalnya A menggunjingkan/membicarakan si B kepada si C. Kelak setelah bertaubat, A wajib meralat gunjingannya tentang keburukan si B kepada si C atau dengan menceritakan kebaikan-kebaikan si B kepada si C. Jika tidak mampu hendaklah semampunya.


Haruskah meminta  maaf kepada orang yang digunjing?
Pendapat yang rajih menurut syaikhul islam Ibnu Taimiyah, tidak ada tuntunan untuk meminta maaf kepada ornag yang digunjing, kecuali jika berita tersebut (bahan gunjingan) telah sampai kepadanya. Beliau mengatakan "Laa tu'dzi akhaaka marrataini"., "Jangan kamu sakiti saudaramu dua kali". 
Meminta maaf berarti memberitahukan bahwa kita telah menggunjingnya. Dan itu berarti menyakitinya untuk kedua kali. Pertama, menggunjingnya. Dan yang kedua adalah pemberitahuan tersebut karena boleh jadi itu akan menyakiti hatinya. Kecuali jika dia telah mengetahui barulah kita meminta maaf kepadanya. Wallahu'alam.

Nyatanya tidak cukup hanya memohon ampun kepada ALLAH saja, tapi kita juga harus meralat ucapan kita dan memperbaiki citra saudara yang kita gunjung. Semoga dengan kita mengetahui betapa tidak mudahnya untuk menebus dosa ghibah, membuat kita berfikir 100 kali sebelum kita berghibah.

Ikhwah fillah yang dirahmati ALLAH, marilah kita renungi sudah berapa banyak kita menggunjing saudara kita sesama muslim? Masih adakah amal kita tersisa? Semoga ALLAH mengampuni. Moga manfaat!

Senin, 01 Juli 2013

Allah Sebaik-baik Penolong

Hari itu aku merasa seperti ada petir yang menyambar di terik siang. Dunia seolah kiamat dan melumpuhkan imanku. Siang hari di suatu minggu, tepatnya pada tanggal 13 Januari 2013 ku dapati kabar bahwa ayah masuk kerumah sakit. Ketika itu ayah sedang ada acara kantor di Gunung Salak, Bogor. Perjalanan yang cukup jauh membuat ayah terlunta-lunta diperjalanan dalam keadaan yang kian kritis. Ditambah dengan peralatan rumah sakit yang kurang memadai, ayah harus kembali dilarikan ke rumah sakit yang jauh lebih lengkap.

Berjam-jam ayah hanya menggunakan peralatan medis seadanya dan hanya ditangani perawat secara manual, pun ketika telah sampai di Tangerang. Rumah sakit kehabisan tabung oksigen yang dibutuhkan Ayah. Memang sudah takdir yang Allah tuliskan di kitab Lauh Mahfuz, berbagai rumah sakit besar di wilayah Tangerang juga sedang kehabisan alat bantu pernapasan. Sampai Allah memanggil ayah dini hari di hari senin sekitar pukul  03:40 (semoga amal khusnul khotimah, aamiin).

Ayah berpulang kepada Allah dengan begitu tiba-tiba, tanpa sakit yang menjadi penghantar. Sungguh Maha Besar Allah dan Maha Berkehendak.

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"  (Surat Al-An'am, ayat 59)

Rasa takut pun menjelma dalam pikiranku, mengingat aku adalah anak pertama dengan tiga adik dan aku  bahkan belum lulus kuliah. Adikku yang kedua tengah duduk dibangku akhir sekolah menengah kejuruan. Sedang dua adikku masih duduk di bangku sekolah dasar.

Kekalutan semakin merajai jiwaku yang sedang kering kerontang. Ketakutan akan bagaimana kelanjutan hidup keluarga kami jika menyusuri bagaimana  andil ayah sebagai kepala keluarga yang membiayai seluruh kebutuhan kami semua. Iman yang kian surut membuat syaithon semakin mudah memperdayaiku. Suara-suara putus asa bergema di telingaku. Aku hanya seorang perempuan, aku wanita berjilbab pula. Sedangkan akan sangat sulit mencari pekerjaan dengan jilbab. Tidak berhenti sampai disitu, logikaku berkelana ketika melihat sekeliling. Ada banyak sekali wanita pintar, cantik dan berpenampilan menarik dan sukses dalam dunia kerja. Lagi dan lagi aku tertipu dan lupa akan kekuasaan Allah.

Alhamdulillah, dengan semangat yang diberikan beberapa teman serta bimbingan dari seorang guru, aku coba meluruskan niat. Mencharger kembali baterai iman yang telah kosong. Menanamkan keyakinan bahwa yang apa yang terjadi adalah hal terbaik untuk hidupku dan keluarga kecilku.

".....boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Surat Al-Baqarah, ayat 216)

Segala pujian hanya untuk Allah, setelah beberapa kali mencoba mengirimkan surat lamaran ke beberapa perusahaan, Allah menunjukkan kekuasaanNya. Tidak lama berselang, seorang saudara menawarkan pekerjaan kepadaku. Walaupun hanya sebagai karyawan magang dan dikontrak hanya sekitar 3 bulan dengan gaji yang tidak terlalu besar, itu sudah alhamdulillah karena dalam bekerja aku tetap dapat berjilbab dan berpakaian sesuai syari'at. Sujud syukur pun terhanturkan.

Ketika tiga bulan berlalu dan kebingungan kembali menyergap, Allah kembali menunjukkan kuasanya. Kontrak kerja yang semula hanya tiga bulan diperpanjang untuk tiga bulan ke depan. Bukti itu kembali hadir tatkala adikku mendapatkan perkerjaan sesaat setelah pengumuman kelulusan diberitahukan. Meskipun tidak tahu bagaimana selanjutnya, hanyalah keyakinan yang ku tanamkan bahwa Allah tak akan pernah menyulitkan hamba yang senantiasa meminta dan yakin padaNya. 

Pelan-pelan, kami mencoba menata kembali kehidupan keluarga kami di jalan Allah. Alhamdulillah berbagai hikmah kian nampak. Kedekatan antar anggota keluarga pun semakin erat. Hidayah-hidayah Allah menjadi penerang kehidupan, petunjuk menuju kebenaran.

Saudaraku, yakinlah disetiap kesulitan yang menghimpitmu, Allah selalu memberikan jalan yang lebih lapang. Nikmat yang tiada berkurang. Janganlah ragu akan karuniaNya, karena Allah tidak tidur. Allah tidak akan meninggalkan hamba-hambaNya yang senantiasa memohon kepadaNya.

Hadits Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah bersabda:

"Allah berfirman: 'Aku berada pada sangkaan hamba-Ku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku akan mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya. Dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekat padanya satu hasta. Jika ia mendekat kepada-Ku satu hasra maka Aku akan mendekat padanya satu depa. Jika ia datang kepadaku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari."
(Hadits Riwayat Bukhari)

Minggu, 30 Juni 2013

Satu Hati, Satu Cinta (Cerpenku)

      Matanya masih menerawang langit-langit kamar. Pikirannya bercabang, merambat hingga menembus batas kota Jepang. Angannya masih terus berkelana, hingga tengah malam tak mampu membuatnya lelah meski baru saja menempuh perjalanan jauh. Hatinya berkecamuk, ada luka yang kembali menganga, mencabik borok kering itu dengan paksa. Bukan karena banyaknya pekerjaan di kantor, bukan. Sekali lagi bukan, dia bahkan sudah terbiasa dengan sistem kerja di kantornya yang penuh dengan kedisiplinan. Masuk kerja pukul delapan pagi dan baru dapat melangkahkan kaki keluar gedung penjulang langit tersebut, ketika dewi malam telah berganti rembulan. Lima tahun yang sedikit mengubahnya menjadi individualis.
      “Kemarin, uwa mu dari Lampung datang, beliau tanya kapan kamu akan menikah? Untuk gadis seusiamu, sudah waktunya menikah. Uwa bilang, ada seorang pria menemui uwa, dia minta dicarikan seorang istri. InsyaAllah dia laki-laki yang baik, sudah PNS, berasal dari keluarga yang baik juga. Apa kamu bersedia untuk setidaknya bertemu dengan laki-laki itu terlebih dahulu?” Pertanyaan ibu yang tanpa basi-basi, untuk pertama kali membuatnya tidak kerasan pulang ke Negara asalnya, Indonesia.
       “Anne belum punya niat untuk menikah bu” Hanya itu yang dapat terucap, hatinya sudah terang-terangan menolak tawaran dari sang uwa. Masih saja ada yang membayanginya, dia tidak mungkin menikah tanpa cinta. Atau mungkin memang benar ucapan para sesepuh, cinta akan tumbuh seiring kebersamaan. Ah, tetap saja betapa teganya jika harus mengacuhkan hati yang telah lama menjadi safara, kering kerontang. Diam-diam hatinya berdoa, berharap keajaiban datang, mengubah takdir menjadi sekehendaknya.
        “Apa lagi yang kamu tunggu Anne? Ibu tidak mau, pengaruh Negara barat mengubah pola pikirmu, malas menikah. Kau tetap bangsa timur. Itu juga yang Rasul kita contohkan.” Kalimat ibu seketika melumpuhkannya, bagaimana bisa ibu tega menyamakannya dengan bangsa barat sana? Tidak terlintas dalam benaknya rasa enggan untuk menikah, dia ingin menikah, sungguh ingin. Ah, pikirannya kian kusut, seperti benang gelasan Dodo (teman kecilnya) ketika baru belajar menerbangkan layang-layang dulu.
         “Ibu, jangan begitu. Anne ingin menikah, tapi mungkin tidak dalam waktu dekat ini. Anne, Anne….” Sekuat mungkin ditahannya bulir-bulir permata dari sudut matanya. Mereka tampak lelah terus terkukung dalam kelopak.
           “Anne, kamu masih menunggunya?”
           “Maksud ibu?”
        “Anne, mata tidak pernah berdusta. Aku ini ibumu. Dari sejak kecil hingga sebesar ini kamu tidak pernah bisa membohongi ibu. Kamu harus tahu, lidah mudah saja berkelit karena dia penipu paling ulung. Tapi tidak dengan mata, mata selalu gagal untuk berbohong”
      “Maafkan aku bu. Aku tidak tahu mengapa aku masih saja menantinya, jelas-jelas aku yang menyuruhnya pergi dan tak pernah meminta untuk menungguku”
          “Anne, berdamailah dengan hatimu nak. Hidup tidak selamanya berjalan mulus sesuai dengan yang kita inginkan. Hidup juga bukan novel yang kita karang sendiri, hidup adalah novel karangan Allah. Kita hanya harus memainkan peran terbaik didalamnya. Meski hidup tidak selamanya menyenangkan, tapi hidup adalah sahabat sejatimu dan selalu memberikan yang terbaik.”
            “Aku rasa tidak selalu bu.”
         “Hidup selalu memberikan yang terbaik jika kita melakukan penerimaan dengan keikhlasan terbaik. Bahagia itu kita yang menciptakannya. Ingatlah kata Datuk Murni di madrasah dulu, Allah tahu yang terbaik nak.”
       “Aku tetap butuh waktu untuk memikirkannya masak-masak bu. Aku akan memberitahu ibu jawabannya secepat mungkin.”
            “Terimakasih nak”
      
       Percuma saja, kecerdasan IQ nya sekalipun tidak mampu membuat perkara ini mudah untuk dipecahkan. Pizza yang sedari sore dipesannya masih utuh tak tersentuh di atas meja. Laparnya sudah hilang setelah pikirannya kembali kalut. Hanya tetes-tetes sisa hujan dari pelapon yang menemani kesunyian malam di Jepang.

- Satu Hati, Satu Cinta -
           
        “Mba, ada yang ingin aku bicarakan.” Nina, ibu muda yang energik itu mulai membantu Wirda didapur. Minggu pagi selalu menjadi aktivitas rutin Nina membantu Wirda memasak. Karena hari-hari sebelumnya Nina harus selalu berangkat pagi dan pulang sore hari.
          “Iya Nina bicaralah.” Wirda masih sibuk dengan sup nya di atas kompor.
        “Apa Mba setuju jika aku menikah lagi?” Hati-hati Nina bicara. Nina tidak suka jika terlalu banyak basa-basi, Nina lebih suka berfokus pada pusat masalah.
     “Alhamdulillah. Benarkah Nina? Tentu saja aku setuju, sangat setuju. Bukankah sejak dulu aku menyuruhmu menikah lagi? Aris sangat membutuhkan figur seorang ayah.”
         “Tapi Mba, bukankah dengan begitu aku telah menghianati mas Hendra?”
    “Tidak Nina, Mas Hendra pasti senang jika Aris memiliki ayah yang dapat membimbing dan mendampinginya hingga dewasa. Terlebih akan ada laki-laki yang menjagamu.”
          “Mba tidak marah jika aku menikah lagi?”
          "Tentu saja tidak Nina. Siapa dia?”
        “Aku belum lama mengenalnya mba, mungkin baru sekitar 1 bulan yang lalu. Seorang teman kantor yang mengenalkan. Temanku bilang, ada seorang laki-laki yang sedang mencari istri, dia tidak peduli dengan status sosial, janda ataupun gadis. Memang usianya lebih muda dariku, dan walaupun dia belum pernah menikah sebelumnya tapi entah kenapa aku yakin dia akan mampu menjadi suami dan ayah yang baik untuk Aris. Temanku bilang dia tipikal orang yang tidak banyak syarat, yang penting wanita baik-baik dan patuh terhadap suami. Dia juga mau menerima Aris mbak.”
          “Sungguh aku sangat bahagia. Dua wanita yang begitu ku sayangi akan segera menemukan cintanya masing-masing.”
           “Maksud mbak Wirda apa?.”
       “Anne, dia sudah menerima pinangan laki-laki yang dikenalkan Uwa Ros. InsyaAllah bulan depan mereka menikah.”
         “Alhamdulillah, tapi mengapa cepat sekali pernikahannya? Apakah satu bulan tidak terlalu terburu-buru mbak?”
      “Itu permintaan Anne. Tapi bukankah lebih cepat lebih baik? Seminggu setelah aku menceritakan penawaran uwa Ros, dua minggu kemudian Anne pulang dan menyetujui perjodohan ini. Segera saja Uwa mempertemukan Anne dengan Teguh. Waktu itu kamu sedang dinas di Jogja, makanya kamu tidak tahu.”
      “Oh jadi begitu, pantas saja. Nina senang sekali mengdengarnya mbak. Mas Hilman juga berniat menikahiku bulan depan mbak. Kami ingin pernikahan sederhana saja yang penting segera dihalalkan.”
        “Benarkah Nina? Bagaimana jika pernikahanmu dan Anne diadakan dihari yang sama? Aku yakin Anne akan senang sekali.”
           “Tapi mbak, apa tidak menganggu acara pernikahan Anne?”
        “Tentu tidak Nina, biar bagaimanapun kamu juga ibunya Anne. Anne akan senang jika Aris akan segera memiliki ayah yang juga akan menjadi ayahnya.”
            
            Wirda tidak mampu menahan letupan kebahagian yang terpatik dari hatinya, dipeluknya Nina dengan begitu erat, erat dan tulus sekali. Tangisan dua wanita berhati mutiara itu pun seketika pecah menjadi tayangan haru pelengkap pagi.

- Satu Hati, Satu Cinta -
            
            Matanya lamat-lamat memperhatikan layar laptop. Niatnya sudah bulat namun lagi-lagi menjadi ragu ketika membaca alamat email di layar laptopnya. Tangannya yang sedari tadi disiapkan untuk mengirim pesan elektronik melalui email, tak kuasa untuk merangkai kalimat-kalimat dalam tempurung kepalanya. Pelan-pelan dia memulai, walau tanpa terasa dua jam menguras hatinya untuk menyusun sebuah surat nan panjang, beruntung ini hari minggu sehingga dia bisa dengan bebas menghabiskan waktunya.

“Assalamu’alaikum Wr Wb.

Bagaimana kabarmu di ibukota mas? Aku harap kau selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Allah. Lama sudah tak bertegur sapa denganmu, membuat aku bingung harus darimana ku memulainya. Maaf jika aku telah lancang memasuki hidupmu kembali, tapi aku hanya ingin melunasi hutang janji diantara kita dahulu. Memberi kabar jika akan menikah.

Mas, entah apa yang harus ku katakan. Selayaknya aku memulainya dengan kata maaf. Maaf atas segala kekecewaanmu dulu padaku. Maaf atas ketidakpastian akhir kisah kita.

Sejak dulu, benih-benih perasaan itu telah bersemi dalam taman hatiku. Hanya saja, aku yang terlalu pengecut untuk mengakuinya, aku terlalu malu jika harus jujur mengenai hatiku yang telah tertawan olehmu.

Seiring berjalannya waktu ada berbagai sesal yang selalu saja membayangiku. Namun aku sadar, tidak selayaknya aku memintamu menungguku untuk waktu yang tidak dapat ku prediksikan. Kau harus tetap melanjutkan hidupmu, pencarianmu hingga kau dapat segera bermuara pada dermaga yang tepat.

Jika saja kau tau, aku menulis surat ini dengan hati yang penuh tentang. Kepergian ayah, tidak sampai membuatku sesakit ini. Sakit dan sesal yang sampai saat ini tak pernah hilang sejak saat aku mulai menyemai benih-benih cinta untukmu.

Aku yakin, Tuhan selalu tahu yang terbaik untuk setiap manusia, termasuk di dalamnya aku dan kamu mas. Meskipun dalam keyakinan itu, ada luka yang semakin hari semakin bernanah. Maafkan aku.

Kau tahu mas, ibu dan uwa ku di Lampung berniat menjodohkanku dengan seorang laki-laki. Begitu sulit rasanya aku mengambil keputusan yang biasanya ku lakukan dengan sangat mudah. Akhirnya aku menerima tawaran perjodohan ini meski dengan pergulatan hati.

Aku tahu hanya akan merusak suasana jika aku mengatakan semuanya. Tapi sungguh mas, aku tidak ingin terus terpenjara dalam perasaan yang tak pernah kubebaskan. Maafkan aku mencintaimu mas, maafkan aku. Bulan depan aku akan menikah. Aku sangat mengharapkan kedatanganmu mas…..

Salam rindu sahabatmu,

Anneke Lukman

- Satu Hati, Satu Cinta –

            “Assalamu’alaikum. Anne bagaimana kabarmu nak? Bunda harap kamu dalam keadaan sehat, aamiin. Ibu bilang lusa dan dua minggu yang lalu kamu pulang ke Bandung ya? Maaf ya bunda tidak bisa menyambutmu, bunda sedang ada dinas di Jogja, baru kemarin pulang. Bunda ikut senang mendengar kamu akan segera menikah. Oh iya bunda punya satu kabar untuk Anne, InsyaAllah bunda akan menikah, bulan depan. Ibu memberi saran bagaimana kalau pernikahan bunda dan Anne disatukan? Sebelumnya bunda minta maaf ya tidak meminta izin Anne terlebih dahulu untuk menikah.”
            Rona di wajahnya seketika berubah cerah, seperti ada suntikan kebahagiaan yang meskipun sedikit mampu menjadi pengurang dukanya.
            “Alhamdulillah, Anne senang sekali mendengarnya bunda. Wah bunda ini, diam-diam penuh kejutan ya. Ide bagus bunda, Anne setuju jika pernikahan kita digabungkan. Pasti akan sangat seru. Bunda dapat menantu baru dan aku dapat ayah baru, hehe. Btw, namanya siapa bun? Mau liat fotonya dong bun.”
          Pesan balasan pun diterimanya, namun kembali bahkan jauh lebih buruk dari sebelumnya. Air matanya kembali tumpah jauh lebih deras.
       Sebuah ketukan pintu dan ucapan salam mengejutkannya, seorang teman berdarah Arab bingung melihat air mukanya ketika membukakan pintu.
          “Assalamu’alaikum. What happened with you? Are you sick? I can accompany  you to go to doctor Anne”
           “No, Zulaikha, No. I’m fine.”
          “No dear, you are not fine. You look so bad, you must be in trouble. Could you tell me? Or you need shoulder to crying on? Please this.”
           Tanpa spasi Anne segera saja memeluk Zulaikha dan menangis sejadinya dalam dekapan Zulaikha.
            “You feel better Anne?”
            “Yes, thank you Zulaikha. May I tell you?”
            “Yes honey, please.”
            “Actually I’ll married next month, but I never love him”
            “Hei come on dear. You must belief, one day, you can love your husband then.”
            “Okay I know about that and I belief. But someone that I love will married with my second mom at the same time, next month”
            “MasyaAllah. I’m sad to hear that. But, lets by gones be by gones honey. Move on Anne. It’s only about time. I trust you. You are strong woman, good person, and I proud with you. Allah love you Anne. This is the best destiny for everyone, okay?”
            “Thank you Zulaikha”

- Satu Hati, Satu Cinta -
           “Saya terima nikahnya Nina Purnawan binti Suherman dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
           Hatinya yang sudah dilem kuat-kuat retak juga, bahkan telah hancur sama rata. Telinganya menjadi tuli oleh kalimat ijab qobul yang diucapkan Hilman atas ibunya sendiri. Sampai Teguh menyentuh tangannya dengan lembut, memberi isyarat bahwa dia telah sah menjadi istrinya. Anne nampak panik, namun Teguh menatapnya dengan penuh kelembutan seperti mengisyaratkan kata ‘tenanglah’.

- Satu Hati, Satu Cinta -
            
            “Anne, aku tahu kamu tidak pernah mencintaiku.” Teguh membuka pembicaraan diatas tempat tidur mereka, untuk pertama kalinya mereka berada dalam ruangan yang sama, dan hanya berdua.
            “Maafkan aku mas. Kau pasti juga sudah tau ada nama lain dihatiku dan jelas bukan namamu mas. Apakah kau ingin menceraikanku mas? Aku terima, bahkan jika harus dimalam pertama kita.”
       “Tidak Anne. Aku tidak pernah memaksamu untuk mencintaiku, tapi setidaknya bisakah kau mencobanya?”
             “Bagaimana jika aku tidak bisa mas? Atau bahkan jika aku tidak mau?”
           “Baiklah, tidak mengapa. Itu hak mu Anne. Aku tidak berhak memaksakan kehendakku padamu. Bisa mencintaimu saja sudah anugerah terindah, meski seumur hidup sekalipun cintaku tak akan pernah berbalas. Tapi yang perlu kamu tahu, aku akan tetap berusaha membuatmu bahagia. Aku hanya ingin melihat senyummu Anne.”
             “Mas, mana mungkin bisa kau jatuh cinta dengan orang yang baru saja kau kenal?”
             “Kau salah Anne, aku sudah mengenalmu sejak dulu, mungkin kamu yang tidak mengenalku.”
             “Maksudmu mas?”
            “Aku telah mengenalmu sejak kita masih kuliah. Aku dan Hilman adalah sahabat karib. Diam-diam aku menaruh hati denganmu namun aku segera mencoba menghilangkan perasaan itu, ketika aku tahu kamu dan Hilman saling mencintai. Beruntung aku mendapat tawaran beasiswa di kota lain dengan gambaran masa depan yang lebih cerah dan setidaknya aku bisa kembali menata hatiku. Namun ternyata aku salah, dimanapun aku berada aku selalu tidak dapat lepas dari bayanganmu. Sampai satu tahun setelah lulus aku bertemu Hilman, dan aku ketahui akhir hubungan kalian. Kata Hilman, dia mencoba meyakinkan perasaannya padamu. Berbekal dengan restu orang tua, dia coba melamarmu. Tidak ada dalam kamus seorang Hilman kata pacaran. Namun kamu menolaknya dengan alasan kalian masih kuliah dan kamu masih harus membiayai adik-adikmu. Hilman sadar dia memang tidak bisa banyak berjanji, maka pelan-pelanlah dia melangkah mundur. Sebenarnya Hilman ingin menunggumu tapi Hilman sadar kamu tidak pernah memintanya menunggu terlebih kamu pantas mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik darinya. Kira-kira satu setengah bulan yang lalu, Hilman memberi kabar bahwa akan menikahi seorang wanita yang ternyata ibumu. Dan saat itulah aku meminta izin padanya untuk mencoba melamarmu melalui bantuan uwa Ros. Alhamdulillah Hilman mengizinkan. Anne, aku tahu ini semua melukai hatimu, maafkan aku Anne.”
            Teguh mengambil sebuah bantal dan hendak tidur di atap lantai.
         “Mas Teguh, maafkan aku. Aku terlalu picik untuk melihat betapa mulianya dirimu. Aku tidak bisa berjanji akan segera mencintaimu. Tapi bisakah kau sedikit bersabar? Tidak, tidak sedikit mungkin banyak. Menumbuhkan cinta tidak semudah membalikkan telapak tangan. Aku ingin mencobanya mas.”
           “Alhamdulillah. Terimakasih Anne. Aku akan menantimu, InsyaAllah. Tidurlah Anne, belum saatnya. Saat itu akan tiba ketika kau sudah benar-benar yakin dan mencintaiku.”

            “Terimakasih Mas”.

Rabu, 26 Juni 2013

Sabarlah, Meski Kau Berhak Marah.

Bismillahirrahmaanirrahiim....

Kembali saya ingin mengguratkan pena diatas secarik kertas, berharap apa yang saya coba rangkai dalam bingkai kalimat ini menjadi sebuah tulisan yang sarat akan makna dan hikmah. Meski segala sesuatunya tidak lepas dan berbagai kekurangan. Semoga Allah memudahkan dan mengampuni.

InsyaAllah pada kesempatan kali ini, tema yang akan dibahas adalah mengenai sabar ketika kita berhak marah, bagaimana sabar itu sebenarnya dan benarkah sabar itu berbatas? Pembahasan ini adalah ringkasan dari ilmu yang saya peroleh dari kesempatan belajar di majelis bersama para sahabat. Tanpa merasa lebih pintar dan menggurui siapapun. Besar sekali harapan tulisan ini tidak hanya menjadi bahan bacaan pengisi waktu kosong semata, namun juga merasuk kedalam hati dan menggugah jiwa. Semoga tulisan ini menjadi charger iman yang sering kali tidak stabil dan menjadi amal yang akan menjawab pertanyaan malaikat kubur akan apa yang telah saya lakukan di dunia. Aamiin.

Sabar, selalu bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari. Kesabaran selalu menuntut tiap orang untuk memilikinya. Hidup berdampingan dengan banyak orang dengan sifat-sifat yang berbeda akan sangat sulit jika tidak disertakan dengan kesabaran. 

Mengapa harus bersabar?
Ya, mengapa juga harus bersabar padahal kita berhak marah? Karena, Allah menyukai orang-orang yang sabar, bersama Allah kelaklah tempat kembali orang-orang yang senantiasa menjaga dirinya dari amarah.

".....Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS. Az-Zumar : 10)

Suatu ketika Aisyah pernah ditanya ayahnya, sahabat tercinta Rasul, Abu Bakar As-Shidiq r.a. Begitu cintanya Sang Khalifah kepada Nabiyullah hingga ia tak ingin lalai akan satu pun teladan Rasulullah SAW. 

"Anakku, ceritakanlah perbuatan Rasulullah yang belum pernah aku lakukan?"

"Sungguh ayah, semua yang Baginda Rasul lakukan sudah kau lakukan. Kecuali satu hal."

"Apa itu? Ceritakanlah nak."

"Rasulullah setiap pagi selalu memberi makan seorang pria tua yahudi yang buta dengan tangannya sendiri, meskipun pria itu selalu saja menjelek-jelekan beliau dihadapannya sendiri"

Menangislah Abu Bakar, Khalifah yang memang terkenal paling banyak menangis. SubhanAllah. Bagaimana saudaraku? Lihatlah Rasulullah dengan segala keindahan akhlaknya, beliau tetap menyuapi pria tua tersebut dengan penuh kasih walaupun dia telah menjelek-jelekan orang yang setiap pagi memberinya makan. Bukankah Rasulullah berhak marah? Ya, Rasulullah berhak marah terlebih laki-laki itu bukan seorang muslim. Namun apa yang Rasulullah lakukan? Beliau lebih memilih bersabar karena beliau yakin Allah jauh lebih senang jika dirinya tetap dalam lingkup kesabaran. 

"Maaf, saya bukan Rasulullah yang maksum. Saya hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari salah dan dosa." Sudahlah saudaraku, hentikan berbagai dalil yang hanya akan menjadi tembok penghalamg diri dari rahmat Allah. Lihatlah bagaimana para khalifah mengamalkan setiap sunnahnya, meneladani semua akhlak Rasulullah. Rasulullah adalah contoh yang harus ditiru, akhlaknya emas, katanya-katanya mutiara.

"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
(QS. Al-ahzab : 21)

Sabar itu ada batasnya.....
Saudaraku, sungguh sabar itu tiada berbatas. Tidak akan ada seorang pun yang tetap dengan senang hati memberi makan orang yang menghinanya sendiri, dibersihkannya bulir-bulir nasi yang mengotori kedua pipinya.

"Saya telah bersabar, tapi kenapa hati ini masih saja terasa sakit dan kecewa?"
Ikhwah Fillah, sabar bukan akhir segalanya. What the next?. Ikhlas, tidak cukup hanya bersabar saja jika tidak disertai keikhlasan yang sebenar-benarnya ikhlas dari hati. Rasa kecewa hadir karena kita yang mengundangnya. Kita yang membiarkan perasaan-perasaan seperti itu muncul.

Lalu bagaimana menghilangkannya? 
Kembalikan segala pengharapan kepada Allah. Kembalikanlah saudaraku. Kekecewaan adalah buah dari harapan kepada seseorang yang tidak terwujud. 'Mengapa dia tidak meminta maaf padaku? Jelas-jelas dia yang salah'. 'Mengapa dia pergi saat aku membutuhkannya, tidak seperti seorang teman sejati'. Jika hati masih saja terus berharap kepada manusia, tidak ada bedanya dengan menancapkan sebilah pisau pada hati, menyakitkan. Tiada satu tempat berharap dan bergantung kecuali Allah, just Allah. Pengharapan tidak boleh jatuh kepada suami, istri, anak, teman, orang tua atau siapapun. 

"Allah tempat meminta segala sesuatu" (QS. Al-Ikhlas : 2)

"Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al-Baqarah : 153)

Kelak, kita akan membawa catatan amalan masing-masing selama masih hidup didunia. Kelak tiada anak yang akan mendapat dispensi dosa karena amal orang tuanya yang banyak. Semua akan dipertanyakan, sendiri-sendiri. Sebagaimana yang telah Allah nyatakan dalam kitabNya:

"Sungguh, hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan waktunya agar setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan." (QS. TaaHaa : 15)

Ikhwah Fillah yang dirahmati Allah, semoga kita senantiasa dapat menahan amarah dalam situasi apapun dan menjadi golongan orang-orang yang sabar dan beruntung. Semoga Allah mempertemukan kita semua, kaum muslimin, di surgaNya kelak. Aamiin.
Moga Manfaat ^^

Billahi fi sabil haq. Fastabiqul khairot. BarkALLAHU fiikum.
Syukron katsir wa JazakumuLLAHU khairon katsiiron.
Assalamualaikum.

Masa Lalu Itu Emas

Hidup tidak seperti kisah-kisah yang dibungkus secara apik dan disajikan dalam satu tayangan di televisi. Hidup bukan sinetron yang itu-itu saja ujung ceritanya. Bahkan ada banyak sekali kejadian yang muncul tidak terduga, pergi begitu saja tanpa kita pernah mengambil pelajaran dari apa yang telah lewat. Ketika semuanya telah berlalu, barulah kita berguma 'Oh ternyata...' atau 'Andai dulu...' bisa juga 'Biarlah...'

Berbagai momentum dengan pemain-pemain baru yang datang silih berganti dalam perjalan hidup nan begitu panjang meski pada kenyataannya begitu singkat. Tidak sedikit dari beberapa penggal kisah terasa menusuk dada dan membuat sesal pernah melaluinya. Namun sungguh, andai kita sadar bahwa semua berproses. Mungkin tidak akan ada orang yang mengakhiri hidup karena masa lalu kelamnya.

Jangan menyesali apa yang telah lewat, setiap kejadian memiliki hikmah tersendiri dalam membentuk seseorang menjadi pribadi yang jauh lebih baik, jika pribadi tersebut mau berpikir. Jadi sungguh, yang terus menerus bergulat dengan masa lalu, karena dia akan lewat dan berganti begitu saja. Tanpa peduli apakah dirimu masih sibuk meratapi kesalahan-kesalahanmu atau tidak.

Jadi sudahlah, tutup segala buku kesedihan. Tersenyumlah untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik, lebih mengerti hakikat kehidupan dan memetik hasilnya dikemudian hari.

Kamis, 09 Mei 2013

Tahu Tidak?

Ayah, tahu tidak?
Aku memendam rindu, untukmu.

Ayah, dengar tidak?
Aku menyebut namamu, dalam do'aku.

Ayah, bagaimana sekarang? Nyaman tidak?
Ayah, ditempat seperti apa sekarang? Adakah bidadari?

Ayah, kau harus tahu!
Kami, disini, kami bermunajat agar kau lebih baik, disana.

Ayah, disini, jumpa kita telah usai.
Tak akan pernah ada lagi canda tawa fana.
Sudah selesai, kau telah berhenti pada titik itu.

Ayah, semoga kau bahagia.
Berkumpul ditaman surga bersama para kekasih Allah.

Ayah, segunung rindu, seribu harap untuk bersua biar jadi rahasia kita.
Semoga Tuhan mengabulkannya, semuanya.
Hingga kita dapat kembali berjumpa, penuh tawa.

Selasa, 01 Januari 2013

Ta'aruf VS Pacaran.

Bismillah....

Taaruf? Ayo, siapa diantara kalian yang tidak tahu apa itu ta'aruf? 
Saya yakin, sahabat-sahabat pembaca blog saya paham apa arti dari ta'aruf itu sendiri, InsyaAllah.
Ikhwah fillah yang dirahmati Allah, tanpa mendahului dan merasa lebih pintar sedikitnya saya akan menjelaskan apa makna dari ta'aruf.

Ta'aruf secara umum diartikan sebagai sebuah proses perkenalan. Perkenalan seperti apa? Karena perkenalan itu sendiri luas. Jika dilihat dari sudut pandang umum, tentu layaknya perkenalan satu invidu dengan individu lain sehingga dapat bergaul dan hidup dalam satu lingkungan yang bermasyarakat. Sejak lahir hingga saat ini pun tanpa disadari kita telah melakukan ta'aruf dengan banyak orang. Ingat, saat pertama kali kita masuk TK? Kita memperkenalkan diri didepan kelas menyebutkan nama, cita-cita dan bernyanyi! Yup, lucu sekali. Lalu hari-hari kita berikutnya dihiasi dengan mulai berbincang-bincang dengan teman satu kelas, main boneka-bonekaan, main mobil-mobilan dan aktifitas-aktifitas yang umumnya dilakukan anak-anak. Tidak hanya itu, ketika masa orientasi siswa SMP-SMA-Universitas. Bukankah setumpuk kegiatan itu adalah salah satu proses ta'aruf? Ya, tepat sekali. Dan berbagai contoh lain yang tidak perlu saya sebutkan satu persatu.

Tapi, bagaimana pengertian ta'aruf dalam arti sempit? Yuk merapat! hehehe.
Sekali lagi ikhwah, tanpa bermaksud menggurui saya akan sedikit mengurai makna ta'aruf secara khusus, InsyaAllah.
Ta'aruf dalam pandangan khusus adalah satu proses yang dilakukan oleh dua orang, yakni laki-laki dan perempuan untuk tujuan menikah. Sekali lagi, tujuan menikah ya. Ta'aruf untuk mereka yang berniat menikah tidak abu-abu atau hitam di atas putih tapi jelas! Kalau hitam ya hitam, kalau putih ya putih. Kenapa saya katakan demikan? Karena banyak dari saudara-saudara kita yang mengatasnamakan ta'aruf sedang dalam aplikasinya jauh dari apa yang telah disyari'atkan dan sama sekali tidak bertujuan untuk menikah.

Sungguh ikhwah, ta'aruf jauh berbeda dengan apa yang biasa kita sebut pacaran. Pacaran adalah satu hubungan yang tidak terikat namun melegalkan segalanya dan sama sekali tidak diridhoi oleh Allah SWT, dalam Al-qur'an Allah berfirman:

"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu aalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk" (QS. Al-Isra (17) : 32)

Lantas ababil (ABG labil) berujar, "Pacarannya gak ngapa-ngapain kok".
Haish, haish, ssssstttt! Stop membantah. Firman Allah itu jelas. Awalnya mungkin gak ngapa-ngapain tapi nanti bisa di apa-apain loh! Kan sudah jelas, zina nya mata itu memandang, hidung mencium,hati berangan-angan, tangan memegang, dan kemaluan melakukan zina tubuh. Nah loh! Apa iya orang yang pacaran gak pandang-pandangan? Gak pegang-pegangan? 

"Gak kok, kita kan LDR, Long Distance Relationship. Paling cuma sms-an dan telp-an aja".
Walah, walah, masih berani ngelanggar toh? Masih berani jawab yo?

Nih Allah lagi yang ngomong langsung,

"Wahai istri-istri nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah-lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya,  dan ucapkanlah perkataan yang baik". (QS. Al-Ahzab (33) :32)

Suara wanita adalah aurat, apa iya kalau telp-telp-an sama pacar (yang katanya LDR) suaranya gak di lebay-lebay-in? Gak di manja-manjain? Ingat-ingat, ting! Wanita dan laki-laki itu ibarat kutub magnet yang saling tarik menarik. Ditambah lagi daya fantasi laki-laki yang begitu tinggi. Ingat lagi, zina-nya hati itu berangan-angan. SubhanAllah, bener deh pacaran itu gak ada bagus-bagusnya. Rugi semua, cuma menanam dosa. Pacaran, ya kalau cocok lanjut, kalau gak.... cari lagi! Aeeh, emang mau jadi barang bekas yang sudah tak berharga??? Gak kan? Semua manusia hakikatnya ingin mendapatkan yang terbaik untuk dirinya, baik wanita maupun laki-laki. 

Tapi gimana caranya? Jaga diri baik-baik, jangan pacaran! 
Terus gimana bisa nikah kalau gak pacaran? Tenang, islam punya solusinya. Ta'aruf. Sebuah proses perkenalan yang sesuai hukum syara'.

Ikhwah, jangan nakal ya! Syari'at tetap syari'at, jangan dibantah lagi! Ditegaskan sekali lagi, Ta'aruf berbeda jaaaaauuuh sekali dengan pacaran.

 "Iya, saya gak pacaran kok. Saya sedang ta'aruf sama ukhti A". 
Gak pacaran sih, tapi kok ta'aruf smsn? Telp-an?
 "Ta'aruf kan masa perkenalan, toh saya berhubungan sama dia karena hal-hal yang penting.?" Memang sepenting apa? "
"Ya tanya kabar aja, ingatin puasa sunnah, shalat sunnah, untuk saling mengingatkan dalam kebaikan". Aduh, aduh... Sudah-sudah. Nggak akan ada habisnya kalau terus menerus mencari alasan. Masih Ta’aruf loh, belum siapa-siapamu. Kamu ya kamu, dia ya dia. Kalau kata nasyid In team, sebelum di ijab kabulkan syariat tetap membataskan. Jadi intinya, tidak ada hubungan intens sebelum pernikahan. Boleh sih sms-an, asal sudah melalui tahap ta’aruf dan sudah meminang (khitbah). Itu pun untuk keperluan tertentu saja, yang dirasa penting seperti membicarakan persiapan pernikahan, konsep pernikahan dan untuk lebih saling mengenal.
Bagaimana sih biasanya tata cara ta’aruf dalam islam?
Ada berbagai cara.
Ada yang melalui perantara dan tidak.
Taaruf melalui perantara adalah taaruf yang biasanya diperantarai murobbi kedua belah pihak. Diawali dengan mulai bertukar CV, proses ta’aruf yang didampingi oleh murobbi kedua belah pihak dan dilanjutkan khitbah dengan menemui kedua orang tua wanita lalu menikah.
Taaruf tanpa perantara, apabila seorang laki-laki telah merasa cocok dengan seorang wanita dan meminta langsung kepada wali si wanita yang disukainya tersebut. Dilanjutkan dengan khitbah dan menikah (itupun kalau disetujui orang tua wanita dan si wanita tidak menolak ya.. hehe).
Sehingga dalam proses ta’aruf untuk menikah sekalipun islam sangat-sangat menjaga batas antara laki-laki dan wanita. Karena, selama janur kuning belum melengkung, semua masih haram.
Sekian dulu ikhwah, lain kali disambung dengan bahasan selanjutnya. Jazakumullahu khairon katsiiron. (Jangan Pacaran yo!, hehe)

Wassalamu’alaikum wr wb.