Minggu, 08 Januari 2012

Cinta Dalam Balutan Ikhlas (Bag. 2)


Cinta Berbalut Ikhlas
Bagian 2.
Setelah melewati macet yang cukup panjang, akhirnya Aisyah pun sampai di pelataran kampusnya. Segera saja Aisyah memarkirkan sepeda motornya, sampai terdengar sebuah sapaan di belakangnya. “ Assalamu’alaikum dik.” Salam seorang wanita yang suaranya sudah tidak asing lagi di telinga Aisyah.
                “ Wa’alaikumsalam Wr. Wb. (Aisyah membalikkan tubuhnya) Ka Aini?” Aisyah sedikit heran melihat Aini tengah berdiri di belakangnya, karena setahu Aisyah Aini sudah tidak aktif kuliah seperti biasanya, mengingat Aini hanya tinggal mempersiapkan wisudanya.
                “ Iya syah, kamu baru datang? Berangkat ke kampusnya duluan kamu, tapi kenapa aku yang sampai lebih dulu ya? Hayo, mampir kemana dulu nih?” Tanya Aini dengan senyum simpulnya.
                  Loh ko kaka bisa tau? Tadi syah mampir ke rumah Bu. Aminah dulu ka.” Aisyah pun berjalan bersama dengan Aini menuju masjid kampusnya.
                “ Bu Aminah penjual nasi uduk itu? Ngapain kamu kesana? Tadi kan kaka ke rumah mu dik, tapi kata ibu kamu, kamu sudah berangkat dari setengah jam yang lalu.”
                “Oh jadi begitu ka, tadi Syah ambil pesanan nasi uduk untuk sarapan anak-anak panti ka. Oya, tumben kaka ke kampus, bukan hanya tinggal persiapan wisuda? Terus jarang-jarang kaka sudah ke rumah pagi-pagi, memang ada apa ya ka?” Tanya Aisyah dengan beberapa pertanyaan.
                “ Kamu ini dari dulu nggak pernah berubah ya, kalau kasih pertanyaan sama orang itu ndak mau sabar, asal cepat aja maunya. (Aini menggeleng-gelengkan kepalanya sedangkan Aisyah hanya bisa tertawa kecil) Kaka ke rumah kamu karena kaka mau menyampaikan beberapa saran untuk LDK (lembaga Dakwah Kampus) karena sebentar lagi kan kaka sudah tidak di kampus dan kemungkinan akan semakin jarang kaka berdakwah memperjuangkan agama Allah bersama adik-adik dan teman-teman di LDK, tapi InsyaAllah kaka akan tetap berdakwah walau bukan melalui LDK. Sebelum itu terjadi, kaka sudah membuat beberapa Rencana kerja untuk LDK. Karena kamu wakil ketua kepengurusan LDK  makanya kaka mau kasih proposal ini, ya semoga bermanfaat untuk dakwah LDK kedepannya dan dapat meningkatkan ghiroh kita semua dalam berdakwah, amin.” Aini menyerahkan sebuah proposal kepada Aisyah.
                “Jazakillah khoiron katsir ya ka, lagi pula memangnya kaka mau kemana? Seolah-olah kita mau pisah saja.”
                “ InsyaAllah Kaka dan mas Yusuf akan pindah ke surabaya dik, Mas Yusuf dapat tugas disana. Ya mau tidak mau kaka harus ikut.” Terang Aini yang harus menemami suaminya.
                “ Oh jadi begitu, Aisyah akan kehilangan satu kaka terbaik deh… tetap semangat ya ka, disana jangan lupa tetap berdakwah bersama Mas Yusuf.”
                “ Iya dik InsyaAllah, kami berdua sih punya rencana untuk mengangkat beberapa anak-anak panti asuhan disana. Ya biar ndak sepi-sepi banget dik.” Jawab Aini dengan mata berbinar
                “Subhanallah, itu bagus sekali ka. Senang ya ka, kalau sudah menikah, bisa sama-sama berdakwah dengan suami, membangun keluarga yang samara. Pasti bahagia sekali, saat sudah ada laki-laki yang membimbing dan melindungi kita.” Aisyah jadi teringat kata-kata ibunya yang seolah takut ia tidak akan pernah menikah.
                “ Iya dik, tapi kamu juga jangan hanya membayangkan yang menyenangkannya saja dalam pernikahan karena sesungguhnya setelah kita menikah akan banyak ujian yang Allah berikan. Tapi InsyaAllah jika dijalani dengan ikhlas dan bertaqwa kepada Allah, ujian itu akan menjadi indah. Kamu juga ndak usah ragu, Allah telah mempersiapkan seseorang yang terbaik untuk kamu. Yakinlah dan tetap semangat ya. Walaupun sudah ndak ada kaka kan masih ada Ka Hafiz.” Goda Aini kepada Aisyah. Hafiz adalah teman satu kelas sekaligus satu keorganisasian Aini.
                “ Mulai deh kebiasaan kaka, selalu menyangkut pautkan aku dengan Ka Hafiz. Ka hafiz itu sudah aku anggap seperti kaka sendiri ka. Dan Ka Hafiz juga sudah menganggap aku seperti adiknya.” Aisyah mulai membuka selembar demi selembar proposal di tangannya.
                “Sekarepmu wae lah dik, hehehe.. Oya, kamu sudah sarapan belum?”Aisyah dan Aini kini sudah berada di depan Masjid Nurul Ihsan.
                “Alhamdulillah tadi sudah ka di rumah, kaka belum sarapan?”
                “Alhamdulillah tadi sudah dik. Hari ini bisa mengisi Rohis di SMK Al-Hikmah kan dik?”
                “InsyaAllah ka, Oh iya ka siapa saja yang akan jadi pengisi Rohis hari ini? Sya kurang tau, kemarin Sya tidak ikut Rapat ka.” Aisyah dan Aini membereskan mukena di masjid, hal ini sudah menjadi kebiasaan Aisyah dan Aini serta para pengurus LDK yang lain di pagi hari.
                “ Begini kan repotnya kamu, sibuk sekali. Sudah kuliah,dakwah, dan bekerja juga. Kamu tuh harus pintar-pintar bagi waktu dan jangan sampai kurang istirahat dik.” Ucap Aini tanpa menjawab pertanyaan Aisyah.
                “ Na’am ka. Tapi Alhamdulillah sejauh ini semua masih berjalan sesuai rencana dan alur yang diharapkan jadi masih aman terkendali. Hehehe. Pertanyaan aku belum kaka jawab?”
                “Oya kaka lupa, Rencana kemarin sih kamu, Hafiz dan Nurul. Tapi semalam Nurul telp. Kaka dan bilang kalau ibunya sakit jadi dengan berat hati dia ndak bisa menemani kamu dan hafiz mengisi kajian Rohis.”
                “oh iya ka nggak apa-apa. Berarti hanya Syah dan Ka Hafiz?” Aisyah dan Aini pun telah selesai merapikan dan membersihkan Masjid.
                “Ya kemungkinan seperti itu dik, soalnya teman-teman yang lain sibuk dengan urusan yang lain. Kamu nggak apa-apa kan?”
“Iya ka nggak apa-apa kok. Kaka ini kaya sama siapa aja sih? Kaka kenal aku sudah dari kecil tapi masih aja sungkan, kaka tuh udah syah anggap seperti kaka Syah sendiri.”
“Iya adikku sayang, makasih ya. Oya kamu mau masuk kelas kan?” Tanya aini saat mereka tengah berip-siap meninggalkan masjid.
“Iya ka, setelah ini mau kemana?” Aisyah merapikan beberapa buku catatannya.
“InsyaAllah setelah ini kaka mau ke kantor penerbitan, ada pekerjaan yang masih harus di selesaikan.”
“Oya, kalau kaka pindah ke surabaya, berarti kaka mengundurkan diri dari kantor penerbitan ya?.” Aisyah merapikan jilbabnya.
“Alhamdulillah dik mungkin karena memang ini Rezeki dari Allah, kantor penerbitan membuat satu kebijakan kaka di pindah tugaskan di kantor penerbitan cabang Surabaya, kata kepala Pimpinan sih Kantor penerbitan di Surabaya sedang kekurangan karyawan terutama di bagian Accounting, dan alhamdulillah atas persetujuan pihak kantor peneritan di surabaya kaka jadi di pindah tugaskan disana. “
“Alhamdulillah, memang kalau sudah rezeki tak kemana ya ka.”
“Iya dik, setelah kaka pindah nanti kamu melamar saja di kantor kaka, gajinya juga lumayan dik. Kamu juga bisa membaca buku-buku dengan gratis, hehehe.. kan lumayan untuk menambah wawasan apalagi kamu ingin menjadi penulis kan? Kamu bisa banyak belajar menulis dari buku-buku yang sudah ataupun akan di terbitkan.”
“Iya ka InsyaAllah. Sudah jam sembilan ka, Syah harus cepat-cepat masuk kelas soalnya hari ini Syah ada kuis.”
“Ya sudah, kaka juga harus segera ke kantor. Assalamu’alaikum, sukses ya ukhti sholehah.”
“Wa’alaikumsalam, amin. Makasih ya ka, hati-hati.” ‘
“Iya dik, salam sama Dinda ya.” Lalu Aini dan Aisyah berpisah di pelataran masjid dan menuju tujuan masing-masing dengan ghiroh dan Lillahi Ta’ala.



1 komentar: