Rabu, 06 Mei 2015

Pernikahan, Tidak Selalu Semanis Madu (Bag. 1)

Pernikahan adalah waktu yang di nantikan oleh banyak orang. Bagi seorang wanita, pernikahan adalah salah satu mimpi dalam kehidupannya. Dimana seorang laki-laki mengucapkan ijab kabul atas namanya dan menjadikan ia ratu semalam. Pernikahan dan pernak-perniknya memang selalu indah dalam angan. Ketika status seseorang berubah menjadi suami atau istri. Indah memang, jika ada teman dan pendamping yang siap menjalani hidup bersama baik dalam keadaan susah ataupun senang. Sayangnya, masih banyak orang yang tidak tau apa tujuannya menikah. Tolak ukur memilih pasangan bukan lagi berdasarkan kesholehannya tapi apakah ia hartawan dan rupawan. Sering kali keberhasilan dunia menjadi kriteria utama seseorang dalam mencari pasangan. Mereka berpikir limpahan harta tidak akan membuat mereka kesusahan sehingga hidup akan selalu bahagia dan sejahtera. Padahal banyak sekali pasangan dengan pernikahan yang mewah, memiliki pasangan  rupawan namun pernikahannya tidak lebih bagai seumur jagung saja. Oleh karena itu, islam yang merupakan agama sempurna telah memberi petunjuk dalam memilih pasangan hidup. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

"Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

"Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” 
(HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Kemudian ada yang bertanya, lantas apakah setelah memilih pasangan karena kesholehannya kehidupan rumah tangga tidak akan ada masalah?. Jawabannya tentulah tidak. Bukankah pernikahan merupakan satu diantara sekian banyak ibadah yang mulia?. Dan apakah orang yang sedang berusaha menjalankan ibadah-ibadah Allah tidak akan Allah uji kembali?. Jauh-jauh hari Allah telah memperingatkan bahwa Allah membutuhkan bukti dari keimanan seseorang yaitu melalui ujianNya.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi ?Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. Al-Ankabut : 2-3)

Tersebab pernikahan tidak selalu semanis madu (bahkan madu juga ada yang pahit loh, madu hitam ^^ ), duhai saudariku mari mempersiapkan diri untuk menjadi istri dan pendamping terbaik bagi suamimu kelak. Karena pernikahan begitu indah seperti pelangi namun berdampingan dengan hujan dan kilat yang menyambar.

1. Saudariku, terimalah ia seperti adanya...

 Perempuan dan laki-laki adalah dua insan yang berbeda, baik secara fisik dan sifat. Perempuan yang Allah anugerahi sifat lemah lembut lebih cenderung menggunakan hati dan perasaanya. Laki-laki yang telah Allah takdirkan menjadi pemimpin dalam rumah tangga lebih banyak menggunakan akalnya. Karena dalam sebuah kerajaan seorang pemimpin tidak hanya membutuhkan perasaan saja untuk menjaga keseimbangan istana namun juga pikiran yang jernih dan akal yang sehat sehingga semuanya akan saling berkesinambungan.

Wanita, mahluk yang dimuliakan islam cenderung memiliki hati yang lebih sensitif dan perasa jika dibandingkan dengan laki-laki. Tidak heran, jika sebelum menikah banyak sekali yang di angankan mengenai sosok sang pujaan hati kelak. Pria sholeh yang penuh romantisme seperti Rasulullah atau kejenakaan seperti Abu Nawas. Bukanlah hal yang salah jika seorang wanita memiliki kriteria tambahan dalam mencari pasangan selain dia adalah laki-laki yang sholeh, sah-sah saja. Tapi, sebaiknya tidak perlu di jadikan syarat mutlak karena kelak kekecewaan yang akan kita dapatkan.

Kadang kala kita bermimpi mendapatkan pasangan seromantis Rasulullah, sayangnya kita lupa bahwa diri belum sebanding dengan Khodijah, Aisyah dan Ummu Salamah. Suami yang Allah takdirkan ternyata jauh dari sifat romantis. Jangankan berlomba lari seperti Rasulullah dan Aisyah mengucapkan kalimat-kalimat mesra pun hanya hitungan jari. Yakinlah dibalik kekurangannya yang tidak pandai merangkai kata, mungkin saja ia laki-laki yang setia, penuh cinta dan bertanggung jawab.

Bagi pasangan yang menikah sesuai syariat yakni tanpa melalui pacaran yang haram, tentu akan banyak kejutan-kejutan di awal pernikahan. Setiap harinya kita seperti membuka kado-kado kecil dengan banyak kejutan di dalamnya. Sifat-sifat pasangan yang sebelumnya di ketahui satu demi satu mulai terlihat. Jangankan tidak pacaran, yang pacaran bertahun-tahun saja boleh jadi tidak tahu sifat aslinya karena ketika mereka menjalani hubungan yang haram semua hanyalah kamuflase belaka.

Ukhti, jangan pernah menyesali pernikahanmu hanya karena suamimu jauh dari seperti apa yang kau harapkan. Karena Allah lebih tahu mana yang terbaik untukmu. Syukuri apa yang kau miliki saat ini. Jangan lihat pada kekurangannya tapi lihatnya kelebihannya. Jangan sampai kita menjadi penghuni neraka karena sedikit sekali syukur kita tentangnya.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu." (QS. Al-Baqarah : 216)

“ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Para shahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah, Mengapa (demikian)?” Beliau menjawab: “Karena kekufuran mereka.” Kemudian mereka bertanya lagi: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab:“Mereka kufur (durhaka) terhadap suami-suami mereka, kufur (ingkar) terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

          "Istrimu bukan bidadari, dan kamu bukan malaikat...." (Ustad Syafiq Riza Basalamah)

2. Saudariku, Ia adalah Nahkodamu...

Kaum feminis, yang menyuarakan hak-hak wanita atas dasar HAM dan emansipasi membuat wanita lupa terhadap kodratnya. Sehebat apapun seorang wanita, secerdas, secantik maupun sekaya apapun ia, seorang wanita tetap berada dibawah kepimpinan suaminya. Pola pikir para kaum komunis sedikit banyak mengacaukan biduk rumah tangga. Wanita membangkang suami dan justru menjadi pemimpin dalam rumah tangganya. Munculah istilah suami-suami takut istri. Suami mulai kehilangan jati diri dan haknya dalam rumah tangga. Wanita dengan HAM nya merasa berhak tidak menuruti perintah suami jika dirasa tidak sesuai dengan kehendaknya. Dengan sangat mudah kata cerai terucap, perasaan gusar karena melakukan sesuai yang begitu Allah benci (cerai)  pun sirna terbawa zaman.

Ukhti, sehebat apapun engkau diluar sana atau sebanyak apapun orang yang menaruh hormat kepadamu, dirumah kau tetap harus patuh dan taat kepada suamimu selama hal tersebut tidak keluar dari koridor syariat. Patuhi ia, bahagiakan hatinya dan jadilah pendamping dan istri terbaik karena surga akan menjadi lebih dekat.

3. Ketika, Keuangan Belum Menjanjikan

Mengingat kata uang, ana teringat satu kalimat dari seorang guru "Money is not everything, but without money, you are mothing".  Uang memang bukanlah segalanya, tapi tanpa uang kamu tidak berarti. Kehidupan di dunia memang tidak pernah menjanjikan kebahagiaan yang haq kecuali bagi mereka yang orientasi hidupnya adalah kehidupan akhirat. Orang-orang kapitalis menjadikan uang adalah segalanya bahkan sampai mereka menuhankannya. Tapi bagi seorang muslim, uang hanyalah alat dan sarana yang tujuannya adalah untuk meraih ridho Allah.


Saudariku, rumah tangga tidaklah semulus jalan tol. Rumah tangga itu ibarat jalan di perkampungan, penuh liku, banyak batu dan kerikil. Ketika kau dihadapkan pada tikungan-tikungan yang tajam jadilah seorang pengemudi yang ulung yang selalu bersiap siaga memegang kendali. Saat ekonomi keluarga begitu sulit, jangankan membeli rumah untuk makan sehari-hari saja masih terasa kurang. Bersabarlah, nikmati hujan yang saat ini turun. Ingat akan selalu ada pelangi, jika kau tidak melihatnya di dunia mungkin saja pelangimu sedang menanti si surga.

Saudariku, syukuri seberapapun rezeki yang suamimu bawa pulang. Hiburlah ia dengan senyuman terbaikmu. Berikan ia canda tawa sebagai penghilang lelah. Jangan menuntut apa yang tidak suamimu mampu. Jadilah istri yang selalu bersyukur atas nafkah dari suamimu. Karena kita mahluk dunia yang bisa diperbudak uang, kita adalah hamba Allah yang menjalani hidup untuk menuju ridhoNya. Insya Allah.

4. Saat, Si Kecil Tak Kunjung Hadir

Salah satu tujuan menikah adalah untuk memiliki keturunan sehingga nasab akan terus berlanjut. Selain itu, ada jaminan amal yang tidak terputus dari anak-anak yang sholeh. Tidak sedikit orang tua yang menyiapkan asuransi, sekolah, warisan untuk anak-anaknya sedangkan sangat jauh dalam menanamkan nilai-nilai akidah yang lurus pada sang anak. Benarlah, jika kehadiran anak bisa menjadi nikmat atau ujian untuk kedua orang tuanya.

Banyak pasangan yang tidak lama setelah menikah di anugerahi seorang anak, namun tidak sedikit pula pasangan yang masih harus menunggu lama, berdoa kepada Allah demi kehadiran buah hati tercinta. Dan inilah kita yang serba dalam kelemahan dan ketidaktahuan. Yakinlah bahwa ini adalah yang terbaik menurut Allah. Bukan Allah bermaksud menyiksa kita tapi Allah lebih mengetahui hikmah dibalik semua takdir. Hanya bersabarlah yang menjadi kunci utama dan beriman kepada takdir Allah. Jangan pernah menyesali pernikahanmu karena apa yang terjadi hari ini sudah tertulis 50.000 tahun sebelum roh ditiupkan ke jasad. Tetaplah menjadi wanita yang penuh dengan kesabaran dan kesyukuran.

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10)
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah : 286)

"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu)

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar